Seorang Gadis Mungil Mengadu Nasibnya Dinegri Orang
ina Pertiwi, gadis 12 tahun. Kulitnya sawo matang. Rambut ikal dikepang dua. Keseharian belajar di sekolah dasar kelas V. Ia dan kakanya Mila (15) ditinggal pergi oleh kedua orang tua sejak ia masih berusia 6 tahun. Rina panggilan akrab gadis ini bersama kakaknya dititipkan kepada nenek dan kakek mereka di sebuah desa terpencil di atas pegunungan, jauh dari keramaian kota. Orang tua Rina merantau ke negeri Jiran Malaysia.
Karena keterbatasan biaya, Mila kakak Rina tidak melanjutkan ke sekolah menengah pertama. Sementara Rina masih tetap bersekolah di Sekolah Dasar (SD) di kampung di mana mereka dititipkan.
Rina terus didukung oleh sang kakak untuk terus sekolah. Setiap pagi ia diajarkan untuk berjualan kue hasil kerja sang kakak tengah malam. Sebelum pergi sekolah Rina berseragam keliling kampung menawarkan kue kepada penduduk di kampung itu.
Hari-hari Rina dan kakaknya melakukan pekerjaan itu demi mencukupi kebutuhan hidup mereka bersama kakek dan nenek serta membiayai sekolah Rina. Mereka pun sering bersama-sama membantu sang kakek dan nenek ke kebun yang berlokasi di tebing gunung tak jauh dari desa itu.
Tinggal di rumah kumuh, tanpa hiburan radio apalagi televisi membuat mereka merasa sengat sepi ketika malam menjelang. Rina hanya menyempatkan diri untuk membaca atau mengerjakan tugas sekolah. Sementara sang kakak seperti biasa sibuk menyiapkan jualan kue esok hari. Sang kakek dan nenek biasanya sering lebih awal tidur karena kecapean.
***
Suatu hari, Rina tidak pergi ke sekolah karena alasan sakit demam-malaria. Memang kampung ini cukup akrab dengan penyakit endemik malaria. Setelah berdiskusi dalam keluarga kecil, mereka memutuskan sang kakek menjaga Rina di rumah. Sedang Mila dan neneknya ke kebun mengambil hasil panen yang tersisa.
Mereka masing-masing mulai melakukan pekerjaan seperti yang direncanakan. Rina terus berbaring sambil menggigil. Tidak ada polindes di kampung untuk berobat. Mereka merawatnya di rumah saja. Ini memang sudah menjadi tradisi masyarakat di kampung itu. Mereka jarang membawa anggota keluarga yang sakit ke polindes/puskesmas terdekat. Sang kakek pun menjaga Rina di atas tempat tidur beralas tikar dan beberapa potongan kain.
Untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak. Tiba-tiba sang kakek yang penyayang dan penuh perhatian berubah menjadi seorang yang kasar dan ganas. Bagai singa mengahadapi mangsanya. Rina tak berdaya menghindar dari kebiadaban sang kakek. Sang kakek dengan paksa membuka sarung dan pakaian yang dikenakan Rina. Karena berhasrat meniduri rina demi kepuasan syahwat bejatnya. Ampun Tuhan. Maka terjadilah peperangan antara sang cucu dan si kakek jahat itu.
***
Rumah itu terasa sunyi, bagai tak bertuan. Tak ada suara apapun terdengar dari balik gubuk. Mila membuka pintu darurat dari bambu yang tak diikat tali. Lalu membuka gorden pintu dari kain batik lusuh. Mila terkejut melihat keberadaan adik dan kakek yang tak menutup sebenang kain pun di tubuh.mereka.
Hanya tangis pilu dan duka airmata membanjiri wajah cantik Rina dan Mila. Seperti tersambar kilat, Mila pun langsung melaporkan kejadian ini ke tetangga. Kepala Desa turun tangan untuk menyelesaikan kasus ini berkat laporan tetangga. Akhirnya sang kakek diproses hukum dan mendekam di penjara (baca:sel) selama 5 tahun.
Luka Rina tidak sampai di sini. Sebuah kejadian amoral pasti terus diingat oleh siapapun yang pernah tahu. Terutama teman sebaya Rina yang masih polos. Sindiran kadang terucap pedis ke telinga Rina dan Mila. Mereka kerap tabah menghadapi itu demi sebuah hidup yang tidak berujung. Tapi orang tua Rina masih memilih menjadi sang perantau
Kisah Sukses Mantan Seorang Petugas Keamanan
Fauzi Saleh, contoh seorang pengusaha sukses sekaligus dermawan. Ini berkat kompak dengan karyawannya. Derai tawa dan langgam bicaranya khas betawi. Itulah gaya H. Fauzi Saleh dalam meladeni tamunya.
Pengusaha perumahan mewah Pesona Depok dan Pesona Khayangan yang hanya lulusan SMP tersebut memang lahir dan dibesarkan di kawasan Tanah Abang, Jakarta. Setamat dari SMP pada tahun 1966, beliau telah merasakan kerasnya kehidupan di ibukota.
Saat itu Fauzi terpaksa bekerja sebagai pencuci mobil di sebuah bengkel dengan gaji Rp 700 per minggu. Bahkan delapan tahun silam, dia masih dikenal sebagai penjaga gudang di sebuah perusahaan. Tapi, kehidupan ibarat roda yang berputar.
>
Sekarang posisi ayah 6 anak yang berusia 45 tahun ini sedang berada diatas. Pada hari ulang tahunnya itu, pria bertubuh kecil ini memberikan 50 unit mobil kepada 50 dari sekitar 100 karyawan tetapnya. Selain itu para karyawan tetap dan sekitar 2.000 buruh mendapat bonus sebulan gaji. Total Dalam setahun, karyawan dan buruhnya mendapat 22 kali gaji sebagai tambahan, 3 bulan gaji saat Idul Fitri, 2 bulan gaji saat bulan Ramadhan dan Hari Raya Haji, dan 1 bulan gaji saat 17 Agustus, tahun baru dan hari ulang tahun Fauzi. Selain itu, setiap karyawan dan buruh mendapat Rp 5.000 saat selesai shalat Jumat dari masjid miliknya di kompleks perumahan Pesona Depok.
Sikap dermawan ini tampaknya tak lepas dari pandangan Fauzi, yang menilai orang-orang yang bekerja padanya sebagai kekasih. “Karena mereka bekerjalah saya mendapat rezeki.”, katanya. Manajemen kasih sayang yang diterapkan Fauzi ternyata ampuh untuk
memajukan perusahaan. Seluruh karyawan bekerja bahu-membahu. “Mereka seperti bekerja di perusahaan sendiri.” Katanya.
Prinsip manajemen “Bismillah” itu telah dilakukan ketika mulai berusaha pada tahun 1989 silam, yaitu setelah dia berhenti bekerja sebagai petugas keamanan. Berbekal uang simpanan dari hasil ngobyek sebagai tukang taman,sebesar 30 juta, beliau kemudian membeli tanah 6 x 15 meter sekaligus membangun rumah di jalan jatipadang, jakarta selatan.
Untuk menyiapkan rumah itu secara utuh diperlukan tambahan dana sebesar 10 juta. Meski demikian, Fauzi tidak berputus asa. Setiap malam jumat, Fauzi dan pekerjanya sebanyak 12 orang, selalu melakukan wirid Yasiin, zikir dan memanjatkan doa agar usaha yang sedang mereka rintis bisa berhasil. Mungkin karena usaha itu dimulai dengan sikap pasrah, rumah itupun siap juga. Nasib baik memihak Fauzi. Rumah yang beliau bangun itu laku Rp 51 juta. Uang hasil penjualan itu selanjutnya digunakan untuk membeli tanah,
membangun rumah, dan menjual kembali. Begitu seterusnya, hingga pada 1992 usaha Fauzi membesar. Tahun itu, lewat PT. Pedoman Tata Bangun yang beliau dirikan, Fauzi mulai membangun 470 unit rumah mewah Pesona Depok 1 dan dilanjutkan dengan 360 unit rumah pesona Depok 2. Selanjutnya dibangun pula Pesona Khayangan yang juga di Depok. Kini telah dibangun Pesona Khayangan 1 sebanyak 500 unit rumah dan pesona khayangan 2 sebanyak 1100 unit rumah. Sedangkan pesona khayangan 3 dan 4 masih dalam tahap pematangan tanah.
Harga rumah group pesona milik Fauzi tersebut antara 200 juta hingga 600 juta per unit. Yang menarik tradisi pengajian setiap malam jumat yang dilakukannya sejak awal, tidak ditinggalkan. Sekali dalam sebulan, dia menggelar pengajian akbar yang disebut dengan pesona dzikir yang dihadiri seluruh buruh, keluarga dan kerabat di komplek pesona khayangan pertengahan september lalu, ada sekitar 4.000 orang yang hadir. Setiap orang yang hadir mendapatkan sarung dan 3 stel gamis untuk shalat. Setelah itu, ketika
beranjak pulang, setiap orang tanpa kecuali, diberi nasi kotak dan uang Rp 10.000. tidak mengherankan, suasana berlangsung sangat akrab. Mereka saling bersalaman dan berpelukan. Tidak ada perbedaan antara bawahan dan atasan. Menurut Fauzi, beliau sendiri tidak pernah membayangkan akan menjadi seperti ini.
“Ini semua dari Alloh. Saya tidak ada apa2nya.” Kata pria yang sehari-hari berpenampilan sederhana ini. Karena menyadari bahwa semua harta itu pemberian Alloh, Fauzi tidak lupa mengembalikannya dalam bentuk infak dan shadaqoh kepada yang membutuhkan. Tercatat, beberapa masjid telah dia bangun dan sejumlah kaum dhuafa dan janda telah disantuninya. Usaha yang dijalankannya tersebut, menurut Fauzi ibarat menanam padi. “Dengan bertanam padi, rumput dan ilalang akan tumbuh. Ini berbeda kalau kita bertanam rumput, padi tidak akan tumbuh”. Kata Fauzi.
Artinya, Fauzi tidak menginginkan hasil usaha untuk dirinya sendiri. “Saya hanya mengambil, sekedarnya, selebihnya digunakan untuk kesejahteraan karyawan dan sosial.” Katanya.
Sekitar 60 % keuntungan digunakan untuk kegiatan sosial, sedangkan selebihnya dipakai sebagai modal usaha. Sejak empat tahun lalu, ada Rp 70 milyar yang digunakan untuk kegiatan sosial.
“Jadi, keuntungan perusahaan ini adalah nol.” Kata Fauzi. ” Jika setiap bangun pagi , kita bisa mensyukuri dengan tulus apa yang
telah kita miliki hari ini, niscaya sepanjang hari kita bisa menikmati hidup ini dengan bahagia”
Salah satu kisah kesederhanaan Rasulullah saw.
Suatu hari 'Umar bin Khaththab r.a. menemui Nabi saw. di kamar beliau, lalu 'Umar mendapati beliau tengah berbaring di atas sebuah tikar usang yang pinggirnya telah digerogoti oleh kemiskinan (lapuk).Tikar membekas di belikat beliau, bantal yang keras membekas di bawah kepala beliau, dan kulit samakan membekas di kepala beliau.Di salah satu sudut kamar itu terdapat gandum sekitar satu gantang. Di bawah dinding terdapat qarzh (semacam tumbuhan untuk menyamak kulit).Maka, air mata 'Umar bin Khaththab r.a. meleleh dan ia tidak kuasa menahan tangis karena iba dengan kondisi Nabi saw..
Lalu Nabi saw. bertanya sambil melihat air mata 'Umar r.a. yang berjatuhan, "Apa yang membuatmu menangis, Ibnu Khaththab?"
Lalu Nabi saw. bertanya sambil melihat air mata 'Umar r.a. yang berjatuhan, "Apa yang membuatmu menangis, Ibnu Khaththab?"
'Umar r.a. menjawab dengan kata-kata yang bercampur-aduk dengan air mata dan perasaannya yang terbakar, "Wahai Nabi Allah, bagaimana aku tidak menangis, sedangkan tikar ini membekas di belikat Anda, sedangkan aku tidak melihat apa-apa di lemari Anda? Kisra dan kaisar duduk di atas tilam dari emas dan kasur dari beludru dan sutera, dan dikelilingi buah-buahan dan sungai-sungai, sementara Anda adalah Nabi dan manusia pilihan Allah!"
Lalu Nabi saw. menjawab dengan senyum tersungging di bibir beliau, "Wahai Ibnu Khaththab, kebaikan mereka dipercepat datangnya, dan kebaikan itu pasti terputus. Sementara kita adalah kaum yang kebaikannya ditunda hingga hari akhir. Tidakkah engkau rela jika akhirat untuk kita dan dunia untuk mereka?"
'Umar menjawab, "Aku rela." (HR. Hakim, Ibnu Hibban dan Ahmad)
Dalam riwayat lain disebutkan: 'Umar berkata, "Wahai Rasulullah, sebaiknya Anda memakai tikar yang lebih lembut dari tikar ini."
Lalu, Nabi saw. menjawab dengan khusyuk dan merendah diri, "Apa urusanku dengan dunia? Perumpamaan diriku dengan dunia itu tidak lain seperti orang yang berkendara di suatu hari di musim panas, lalu ia berteduh di bawah sebuah pohon, kemudian ia pergi dan meninggalkannya." (HR. Tirmidzi)
Lalu Nabi saw. menjawab dengan senyum tersungging di bibir beliau, "Wahai Ibnu Khaththab, kebaikan mereka dipercepat datangnya, dan kebaikan itu pasti terputus. Sementara kita adalah kaum yang kebaikannya ditunda hingga hari akhir. Tidakkah engkau rela jika akhirat untuk kita dan dunia untuk mereka?"
'Umar menjawab, "Aku rela." (HR. Hakim, Ibnu Hibban dan Ahmad)
Dalam riwayat lain disebutkan: 'Umar berkata, "Wahai Rasulullah, sebaiknya Anda memakai tikar yang lebih lembut dari tikar ini."
Lalu, Nabi saw. menjawab dengan khusyuk dan merendah diri, "Apa urusanku dengan dunia? Perumpamaan diriku dengan dunia itu tidak lain seperti orang yang berkendara di suatu hari di musim panas, lalu ia berteduh di bawah sebuah pohon, kemudian ia pergi dan meninggalkannya." (HR. Tirmidzi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar